Gedung SMA Rakyat Sejahtera

Gedung sekolah yang dibangun dengan konsep yang menciptakan rasa nyaman bagi siswa , dan sangat cocok untuk pelaksanaan suasana belajar mengajar.

Bangunan Sekolah

Bangunan yang terdiri dari ruang-ruang kelas dan kantor.

Laboratorium Multimedia dan Bahasa

Laboratorium yang didukung teknologi komputer terbaru yang terkoneksi dengan jaringan internet.

Ruang Auditorium

Ruang auditorium yang berfungsi sebagai ruang pertemuan dan pentas kreasi bagi acara sekolah. Dilengkapi dengan sistem dan arsitektur yang setara aula pertunjukan musik.

Lapangan Futsal

Salah satu sarana olahraga dan kreatifitas bagi siswa yang berminat dalam bidang sepakbola dan futsal.

Laboratorium Biologi, Kimia, dan Fisika

Laboratorium praktik dan percobaan bagi siswa pada mata pelajaran biologi, fisika, dan kimia. Untuk mempermudah siswa dalam memahami setiap materi pelajaran yang diajarkan.

Sunday, November 11, 2012

Mencontek


Apa yang bisa mengguncang institusi pendidikan prestisius? Ternyata bukan nilai, sarana-prasarana, atau dana, tapi ketidakjujuran.
Itulah yang terjadi di Universitas Harvard, AS, yang prestisius itu. Baru-baru ini Harvard terguncang hebat oleh skandal ”nyontek” yang melibatkan sekitar 125 mahasiswa dalam mata kuliah pemerintahan.
Sesungguhnya penulis rindu guncangan semacam itu juga terjadi dalam pendidikan kita. Guncangan karena skandal ”nyontek” justru menunjukkan penyelenggara pendidikan teguh memperjuangkan martabatnya. Kejujuran harga mati, martabat, sekaligus roh pendidikan. Sebaliknya, menutup-nutupi fakta ketidakjujuran dan beragam dinamika pendidikan manipulatif tindakan pembusukan dunia pendidikan dan penghancuran bangsa.

Alasan mencontek

Ada banyak alasan mengapa siswa/mahasiswa mencontek. Pada kasus Harvard, pencontek- an dilakukan puluhan atlet universitas itu. Diduga, seperti banyak perguruan tinggi lain, Harvard memberikan keringanan bagi para atlet mahasiswa. Dalam konteks ini, mencontek terjadi karena pencontek tak ada di tempat belajar yang tepat. Pembelajar harus mempertimbangkan kultur dan dinamika tempat belajarnya agar terhindar dari tekanan terlampau tinggi karena tuntutan institusi pendidikan di luar kemampuannya. Sekolah/universitas yang ”bagus dan baik” belum tentu berguna bagi semua pembelajar.
Tekanan yang terlampau berat juga terjadi karena tuntutan prestasi/nilai. Tuntutan itu bisa datang dari orangtua atau lembaga. Sesungguhnya tak selalu salah menuntut pembelajar mendapat prestasi tinggi asal lembaga pendidikan sungguh-sungguh menekankan dan menghargai proses. Nalarnya: kalau semua proses pendidikan berjalan dengan baik, akuntabel, dan transparan, nilai/prestasi yang baik akan terjadi dengan sendirinya.
Sayangnya, pendidikan kita telah mengabaikan proses. Akibatnya sebagian besar pembelajar di negeri ini tak memiliki kepercayaan diri. Ketika penulis bertanya kepada para murid tentang alasan mereka sulit mengendalikan dorongan spontan untuk tidak mencontek adalah nihilnya kepercayaan diri. Sejak SD mereka tak pernah mengalami nikmatnya belajar, indahnya belajar dengan menekuni proses. Lebih parah lagi, guru mereka tak banyak menghargai, apalagi mengajarkan proses belajar.
Kita bisa memahami pengakuan para murid itu ketika menyadari rendahnya kompetensi guru. Kian jarangnya digunakan soal-soal uraian dalam ujian adalah petunjuk lain. Pragmatisme pembelajaran yang berjiwa hedonis dengan menjadikan nilai ujian sebagai penentu prestasi pantas kita pertimbangkan juga. Padahal, banyak pembelajar sesungguhnya unggul dalam mengerjakan tugas harian (proses), tetapi ringkih saat ujian karena kurang percaya diri. Di sini kita mestinya sadar, para pencontek itu adalah korban dinamika pembelajaran yang pragmatis-hedonis, mengabaikan proses, tidak transparan dan akuntabel.
Kita juga mesti merenung jujur: tidakkah dinamika pendidikan yang begitu memuja pencitraan dan beragam tindakan manipulatif hanya akan melahirkan generasi pencontek? Apalagi bila dinamika semacam itu justru difasilitasi dan dimobilisasi lembaga pemerintahan-negara. Itu sebuah pelanggaran hak asasi manusia yang serius, sistematis, dan kejam, tetapi terjadi dalam sunyi. Lebih parah lagi, ini efektif menghancurkan eksistensi bangsa kita karena pada saatnya negeri ini akan diurus generasi nihil kepercayaan diri.

Pembelajar jujur

Pendidikan jujur niscaya demi menjaga eksistensi bangsa ini dalam percaturan dunia. Pendidikan jujur meniscayakan dinamika pembelajaran yang menekankan dan menghargai proses, transparan, serta akuntabel. Dinamika pendidikan semacam itu membantu pembelajar mengalami apa yang oleh Paulo Freire disebut humanisasi.
Dalam humanisasi, manusia dibantu menyadari keterbatasannya dengan praksis. Pendidikan yang menekankan dan menghargai proses membantu pembelajar menyadari keterbatasannya hingga sanggup mengatasi situasi yang membatasinya itu.
Karena itu, pembelajar perlu dibantu memilih institusi belajar yang memiliki kultur dan dinamika pembelajaran yang cocok baginya. Tujuannya agar pembelajar mampu berproses. Ia mampu nyaman dengan dirinya, menentukan target prestasi yang terukur, serta melakukan dinamika proses pembelajaran yang unik untuk mencapai target itu. Pada akhirnya ia terbantu untuk memiliki banyak pengalaman sukses dan melampaui keterbatasan-keterbatasan yang disadarinya. Inilah jalan melahirkan generasi berkarakter dan jujur.
Beragam pencitraan dan kastanisasi pendidikan yang memengaruhi perekrutan pembelajar perlu dipertimbangkan. Institusi pendidikan sebaiknya merekrut mereka yang mampu belajar sesuai kultur institusinya. Sekolah/ universitas dibangun untuk pembelajaran, bukan gerombolan.

SIDHARTA SUSILA Pemerhati Pendidikan; Tinggal di Muntilan, Magelang
Sumber: KOMPAS.com

Wednesday, November 7, 2012

Kevin, Siswa SMA Al Ma'soem Raih Prestasi Internasional




SARNAPI/"PRLM"

KEVIN Derrian Firdaus.*
SOREANG, (PRLM).- Kevin Derrian Firdaus, siswa kelas XI Akselerasi SMA Al Masoem, berhasil meraih Silver Medals Secondary & Special Award dalam Kompetisi Robot pada International Islamic School Robot Olympiad (IISRO) 2012, yang digelar di National Science Centre, Kuala Lumpur, Malaysia, 24-27 Mei lalu.
“Prestasi Kevin sangat membanggakan Indonesia, karena dia mampu bersaing dengan 200 peserta yang berasal dari negeri sendiri dan negeri Jiran Malaysia. Dan, siswa kita berhasil mendapatkan Silver Medals Secondary untuk kategori Indoor Aerial Robot dan Special Award untuk kategori Robot Run pada kompetisi berskala dunia” ujar Staf Ketua Yayasan Pendidikan Al Masoem (YPAM) Ganjar Taufiq S.Pd., di Rancaekek, kepada para wartawan, Rabu (30/5/12).
Dalam kategori Indoor Aerial Robot ini, Kevin mampu menerbangkan robot melalui berbagai rintangan. Robot terbang dengan menggunakan quadcopter atau empat baling-baling yang dikendalikan dengan remote melalui perangkat berbasis Windows 7, iOS, atau Android via koneksi WiFi.
“Kevin adalah salah seorang siswa SMA akselerasi, dia termasuk siswa cerdas. Dalam kegiatan ekstrakurikuler dia memilih ASIC (Al Masoem Science Club) Divisi Robotik,” jelas Ganjar.
Di bagian lain, Dadang Sugesti, orangtua Kevin, mengaku sangat bangga atas prestasi yang diraih anaknya. “Saya sangat bahagia sekaligus bangga pada anak saya, yang bisa meraih prestasi hingga mampu bersaing di luar negeri. Tidak sia-sia anak saya sekolah di Al Masoem, karena saya ingin punya anak cerdas, juga memiliki moral yang baik,” kata Dadang saat menjemput anaknya di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.
Menurut Dadang, dalam kesehariannya Kevin jarang bermain, ia lebih banyak di rumah malah sangat lekat dengan komputer. “Saya lihat Kevin pun jarang membaca buku atau menghapal, tapi dia mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya dengan baik,” aku Dadang, diamini Kevin yang punya cita-cita melanjutkan studinya ke negeri Rusia ingin menjadi ahli nuklir. (A-71/A-88)*

Prestasi-prestasi Pelajar Indonesia di Kancah Internasional Tahun 2011


Meskipun kondisi sosial politik Indonesia selalu mengkhawatirkan, ada sedikit cerita dari dunia pendidikan kita yang cukup membanggakan. Satu dekade terakhir, pendidikan Indonesia memang mengalami perkembangan yang memuaskan. Siswa-siswi Indonesia mulai sering mengikuti ajang-ajang kompetisi internasional. Ratusan medali penghargaan internasional telah diraih siswa-siswi Indonesia. Kali ini, saya ingin menceritakan beberapa prestasi siswa-siswi Indonesia di kancah internasional sepanjang tahun 2011 ini.
Tim Olimpiade Fisika Indonesia
Bulan Mei 2011, tiga anggota Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) meraih penghargaan di ajang 12th Asian Physics Olimpiad (APhO) yang diselenggarakan di Tel Aviv, Israel. Evan Laksono dari SMAK IPEKA Tomang Jakarta meraih emas. Sedangkan Erwin Handoko Tanin dari SMA Sutomo 1 Medan dan Limiardi Eka Sancerio dari SMAK Penabur Gading Serpong Tangerang meraih gelar kehormatan Honorable Mention dalam ajang APhO 2011 tersebut. Dalam ajang 28th Senior Balkan Mathematical Olympiad (BMO) di Rumania, Indonesia meraih penghargaan dua penghargaan. Peter Tirtowijoyo Young dari SMP Kristen Petra 1 Surabaya dan  Monica Vanya Santoso Kartika dari SMA Santa Angela Bandung berhasil meraih medali perunggu pada ajang BMO ke-28 tersebut.
Masih pada bulan yang sama, para pelajar Indonesia berhasil meraih penghargaan di ajang 18th International Conference of Young Scientist (ICYS) di Moscow, Rusia. Dalam ajang kompetisi antar peneliti muda itu, Indonesia berhasil mengumpulkan satu medali emas, dua medali perak, dan dua medali perunggu. Jessica Lo dari SMAK Cita Hati Surabaya berhasil meraih medali emas dalam bidang Environmental Science. Luthfi Mu’awan dari SMAN 1 Purwareja dan Christy Hong dari SMA St. Laurensia Tangerang meraih medali perak dalam bidang Environmental Science dan Life Science. Sedangkan Ninda Frisky dan Annisa Fitriani dari SMAN 1 Yogyakarta serta Christa Lorenzia Soesanto dari SMP St. Laurensia Tangerang meraih medali perunggu.
Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) kembali berjaya di ajang 42th International Physics Olympiad (IPhO) di Bangkok, Thailand, pada bulan Juli 2011. Dari lima anggota tim yang dikirim semuanya berhasil menyabet medali IPhO ke-42 tersebut. Erwin Wibowo dari SMAK BPK Penabur Gading Serpong meraih medali emas dan Kevin Ardian Fauzie dari SMA Santa Maria Pekanbaru meraih medali perak. Sementara itu, Farhan Nur Kholid dan Fathurrohim dari SMA Sragen Billingual Boarding School serta Imam Agung Raharja dari SMA Pribadi Depok berhasil meraih medali perunggu pada ajang IPhO yang diselenggarakan di Chulalongkom University tersebut.
Tim Olimpiade Kimia Indonesia (TOKI) juga berjaya di ajang 43th International Chemistry Olympiad di Ankara, Turki, pada bulan Juli 2011 lalu. Stephen Haniel Yuwono dari SMAN 1 Purwokerto dan Joses Gradi Nthanael dari SMAK Penabur Gading Serpong berhasil meraih medali emas. Andhika Tangguh Pradana dari SMA Kharisma Bangsa Tangerang Selatan dan Alimatun Nashira dari SMAN 1 Yogyakarta juga berhasil meraih medali perak. Indonesia juga meraih tiga perak dan satu perunggu dalam ajang 22th International Biology Olympiad di Taipei, Taiwan. Marsha Christanvia dari SMAK 5 Penabur Jakarta, Thoriq Salafi dari MAN Insan Cendikia Serpong, dan Afandi Charles dari SMA 78 Jakarta meraih medali perak. Sedangkan Husni Muarif dari SMA Taruna Nusantara Magelang meraih medali perunggu.
Tim Olimpiade Fisika Indonesia
Kabar baik juga datang dari Tim Olimpiade Matematika Indonesia yang berjuang dalam ajang 52th International Mathematics Olympiad (IMO) di Amsterdam, Belanda, bulan Juli 2011 lalu. Dari Amsterdam, Indonesia membawa dua medali perak dan empat medali perunggu. Ivan Wangsa Cipta Lingga dari SMAK 1 BPK Penabur Jakarta dan Johan Gunardi dari SMAK 5 BPK Penabur Jakarta berhasil mempersembahkan medali perak. Empat medali perunggu juga dipersembahkan oleh Tobi Moektijono dari SMA IPEKA International Christian School Jakarta, Ahmad Zaky dari SMAN 8 Jakarta, Stefanus dari SMAK 1 BPK Penabur Jakarta, dan Pramudya Ananto dari SMA Taruna Nusantara Magelang.
Pada ajang 5th International Earth Science Olympiad (IESO) yang diadakan pada bulan September 2011 lalu, Indonesia meraih tiga medali perak dan dua penghargaan khusus. Di ajang IESO yang diadakan di Modena Italia itu, M Reza Ardian dari SMAN 1 Depok, Farizky Hisyam dari SMAN 3 Malang, dan Anarita Widyaningrum dari SMAN 1 Banjarnegara berhasil meraih medali perak. Selain itu, M Reza Ardian meraih penghargaan Best Performance in Astronomy dan Farizky Hisyam meraih penghargaan Best ITFI Presentation. Masih di bulan September 2011, Indonesia juga berhasil meraih dua medali perak dan satu perunggu pada ajang 5th International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) di Katowice dan Krakow, Polandia. Ko Matias Adrian Kosasih dari SMAN 5 Bekasi dan Raymond Djajalaksana dari SMA IPEKA Sunter Jakarta mempersembahkan medali perak, serta Muhamad Wildan Ghifari dari SMA Semesta Semarang meraih medali perunggu.
Awal bulan November 2011 ini, Indonesia kembali mengumpulkan prestasi internasional baru. Dua pelajar SMAN 1 Sumenep Madura, Muhamad Taufik Hakiki dan Rafika Nurmasari berhasil meraih medali perunggu dalam ajang International World Mathematics Team Championship di Beijing Cina pada 4-6 November 2011. Mari kita ucapkan selamat kepada pelajar-pelajar yang telah mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.

BOS SMA Dikucurkan


JAKARTA, KOMPAS.com — Bantuan operasional sekolah untuk SMA/SMK akan dikucurkan mulai Juli 2013. Alokasi bantuan ini untuk meningkatkan akses lulusan SMP melanjutkan pendidikan ke SMA/SMK atau MA.

Hamid Muhammad, Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan, rintisan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk SMA/SMK sebenarnya sudah mulai dikucurkan tahun ini sebesar Rp 120.000 per siswa tiap tahun.

Pada 2013, untuk Januari-Juni, tetap dikucurkan rintisan BOS SMA/SMK Rp 60.000 per siswa. Mulai Juli dikucurkan BOS untuk mendukung pendidikan menengah universal atau rintisan wajib belajar 12 tahun yang besarnya Rp 1 juta per siswa tiap tahun. ”Tetapi, hitungannya dimulai tahun ajaran baru 2013, yakni Juli,” kata Hamid.

Kemdikbud mengalokasikan anggaran Rp 4,28 triliun untuk BOS 4,25 juta siswa SMA dan 4,23 juta siswa SMK.

Bantuan operasional juga diberikan untuk pendidikan khusus dan layanan khusus, seperti SMA luar biasa. Untuk satu siswa, dialokasikan Rp 2 juta per tahun. Penerimanya 7.000 siswa.

Bantuan serupa diberikan untuk pendidikan Paket C atau setara SMA. Bantuan disalurkan kepada 30.000 siswa dengan jumlah Rp 1,3 juta per siswa per tahun.

Ferdiansyah, anggota Komisi X DPR, mempertanyakan alokasi dana BOS SMA dan SMK yang besarannya disamakan. ”Padahal, kebutuhan dana SMK lebih besar daripada SMA, terutama ada komponen praktik siswa yang harus berjalan,” kata Ferdiansyah di Jakarta, Senin (8/10/2012).

Aturan harus jelas
Anggota Komisi X DPR, Zulfadhli, mengatakan, penyaluran dana BOS harus jelas aturannya dan jangan sampai karut-marut seperti terjadi pada BOS SD dan SMP. Selain aturan umum, harus ada petunjuk teknis penggunaan dananya sehingga tidak ada celah bagi sekolah untuk memungut iuran lagi dari siswa.

Kemendikbud, lanjut Zulfadhli, harus mengawasi penyaluran BOS sekolah menengah dengan baik. ”Dana BOS yang langsung disalurkan ke sekolah bisa lemah pengontrolannya karena pemerintah daerah dapat berdalih tidak dilibatkan dalam penyalurannya,” katanya.

Ia menambahkan, Kemendikbud juga perlu memastikan agar pemerintah daerah yang sudah memiliki program BOS SMA/SMK tidak menghentikan bantuannya karena ada program serupa dari pemerintah pusat. Kucuran dana dari pemerintah pusat dan daerah seharusnya menjadi jaminan bagi siswa SMA/SMK untuk tidak lagi dipungut biaya sekolah.

Hamid menuturkan, alokasi BOS sekolah menengah memang belum dapat menggratiskan biaya pendidikan menengah. Berdasarkan acuan peraturan mendiknas tahun 2006/2007 saja, kebutuhan biaya SMA senilai Rp 1 juta per siswa per tahun, sedangkan SMK Rp 1,2 juta per siswa per tahun.

Padahal, berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik, pengeluaran orangtua untuk pendidikan menengah dua kali lipat daripada yang diproyeksikan Kemendikbud. Sumber berita www.edukasi.kompas.com

Pemenang OPSI Akan Difasilitasi Masuk PTN



Jakarta --- Sebanyak 27 medali dan 12 penghargaan khusus diberikan kepada para pelajar SMA yang menjadi pemenang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) pada tahun ini. Dalam sambutannya di penutupan OPSI, Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Hamid Muhammad mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan berusaha memfasilitasi para pemenang OPSI untuk masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN).

“Kita akan sosialisasikan ke perguruan tinggi yang ingin dituju adik-adik,” ujarnya saat penutupan OPSI di Plasa Insan Berprestasi Kemdikbud, Jakarta, (11/10).

Selain itu, diharapkan langkah para pemenang OPSI tidak terhenti di tingkat nasional saja, melainkan bisa mencapai prestasi internasional. Karena itu Hamid menghimbau kepala sekolah dan guru pembina untuk melihat potensi anak didiknya dalam meneliti, sekaligus memberikan bimbingan sehingga mereka layak ikut kompetisi penelitian internasional.

Hamid juga menjelaskan, sesuai arahan Mendikbud M. Nuh saat pembukaan OPSI, kualitas penyelenggaraan OPSI akan ditingkatkan. Peningkatan kualitas tersebut, tutur Hamid, akan dilaksanakan dari dua sisi. Pertama, peningkatan dari jumlah peserta yang mengirimkan proposal penelitian.

“Kedua, melakukan dukungan dana terhadap kegiatan penelitian. Dana tersebut bisa diambil dari bantuan operasional sekolah,” ujarnya.

Ia menuturkan, mulai tahun depan, Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau rintisan wajib belajar 12 tahun akan dimulai. Dan untuk sekolah-sekolah yang potensial melakukan pembinaan penelitian, akan dialokasikan dana penelitian dalam bantuan operasional sekolahnya. Hamid berharap, sosialisasi mengenai penyelenggaraan OPSI terus dilakukan jajaran kementerian, melalui surat, website sekolah, maupun bekerja sama dengan media massa. “Kita punya 12-ribuan SMA. Kalau yang mendaftar Cuma beberapa, sayang,” tutur Hamid.

Ia juga mengucapkan selamat kepada para pemenang, dan memberikan motivasi kepada yang belum berkesempatan mendapatkan medali. “Yang belum berkesempatan memperoleh juara, yang masih kelas X dan XI masih bisa ikut lagi tahun depan. Kami dorong adik-adik melanjutkan penelitian dengan sebaik-baiknya”.

OPSI 2012 berlangsung pada 7-11 Oktober 2012. Ada tiga disiplin ilmu/bidang yang menjadi objek penelitian, yaitu sains dasar (Biologi, Fisika, Kimia), sains terapan, dan IPS/humaniora. Masing-masing disiplin ilmu memiliki sembilan pemenang (3 medali emas, 3 medali perak, dan 3 medali perunggu), dan empat penghargaan khusus, yaitu untuk makalah terbaik, display terbaik, interaksi terbaik, dan presentasi terbaik. Sumber berita www.kemdiknas.go.id

Kemdikbud Gelar Puncak Bulan Bahasa dan Sastra



Jakarta --- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan  acara Puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2012 di Gedung Samudera, Rawamangun Jakarta, Selasa, (30/10). Berbagai telah dilaksanakan selama satu bulan pada Oktober ini, mengangkat tema "Bahasa Indonesia Perekat Kerukunan  Hidup Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara".
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Mahsun, mengatakan, bahasa adalah sarana komunikasi bagi masyarakat yang menyepakatinya. Dengan dasar tersebut, bahasa diidentifikasikan seperti organisme. “Oleh karena itu bahasa memiliki arti yang penting bagi kehidupan kita, karena Bahasa Indonesia adalah bahasa yang mempersatukan kita" katanya ketika memberi sambutan.
Tujuan bulan bahasa dan sastra 2012 adalah menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Hal itu mengingat bahwa tatanan kehidupan global yang dihadapi saat ini mengharuskan semua komponen masyarakat  untuk lebih memperkuat kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bulan bahasa dan sastra tahun ini melibatkan siswa, mahasiswa, dan masyarakat umum. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi Pemberian Penghargaan Adibahasa, penilaian penggunaan bahasa Indonesia di media massa cetak (tingkat nasional), debat bahasa antarmahasiswa se-Jabodetabek dan Banten, pemilihan Duta Bahasa (tingkat Nasional), parade mural cinta Bahasa Indonesia, sayembara penulisan proposal penelitian kebahasaan dan kesastraan ( tingkat nasional),  sayembara penulisan cerpen remaja (tingkat nasional), lomba keterampilan berbahasa Indonesia bagi peserta BIPA ( tingkat nasional), dan festival musikalisasi puisi bagi siswa SLTA se-Jabodetabek. sumber berita www.kemdikbud.go.id, publisher : jls

Sekolah Ramah Anak Atasi Tawuran


KOMPAS.com - Tawuran antarpelajar atau antarmahasiswa sekarang ini semakin menjadi-jadi dan mengerikan. Tawuran di dunia pendidikan itu telah menyebabkan pelajar ataupun mahasiswa tewas sia-sia. Dalam satu bulan terakhir, secara beruntun terjadi tawuran yang menewaskan enam orang siswa dan mahasiswa. 

ewasnya siswa SMA Negeri 6 Mahakam, Alawy Yusianto Putra (15), akibat sabetan celurit yang diayunkan siswa SMAN 70, FR (19), akhir September lalu, menambah daftar panjang siswa yang tewas dalam satu dekade.

Siswa kelas X yang hobi main band itu terkapar tak jauh dari pintu gerbang sekolahnya di SMA 6. Padahal, lokasi sekolah korban dan pelaku bertetangga dan berada di kawasan strategis di Jakarta Selatan.

Sebulan sebelumnya, Jasuli (16), siswa kelas IX SMP 6, tewas disambar commuter line di Stasiun Buaran, Klender, Jakarta Timur. Ia tewas ditabrak kereta saat dikejar sekelompok pelajar lain. Jasuli yang saat itu berseragam pramuka berlari sendirian.

Dua hari setelah kematian Alawy, menyusul Deny Yanuar (17) alias Yadut, siswa SMK Yayasan Karya 66 (Yake). Ia juga tewas disabet celurit AD alias Djarot (15) dibantu rekannya, EK dan GAL. Yadut tergeletak tak jauh dari sekolahnya di Jalan Minangkabau, Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan. Ia tewas mengenaskan setelah dikeroyok pelajar SMK Kartika Zeni, Matraman, Jakarta Pusat.

Kasus kematian Alawy dan Denny masih diusut, pecah lagi tawuran di bundaran Pancoran, Jakarta Selatan. Kali ini pelakunya siswa SMK Bakti, Cawang, Jakarta Timur, dengan SMK 29 Penerbangan, Jakarta Selatan, Kamis (11/10).

Meski tak ada yang tewas, namun, Rizki Alfian (15) alias Pepen dan Jalal Muhammad Akbar (16)—keduanya siswa SMK Bakti Jakarta—luka berat. Polisi kemudian menetapkan enam tersangka dari siswa SMK 29. Lima hari berselang, 80 siswa SMK Bakti ingin membalas dendam kepada siswa-siswa SMK. Mereka membawa bom molotov, celurit, golok, gir, dan lainnya.

Rencana para siswa itu tercium petugas dan guru sehingga mereka digiring ke halaman Polres Jakarta Selatan. Dari 80 siswa, polisi kemudian menetapkan 12 siswa sebagai tersangka.

Di Bogor, juga terjadi tawuran yang menyebabkan tewasnya seorang pelajar, Agung (17). Polisi membekuk Ga (15), siswa SMP yang diduga terlibat penganiayaan dengan celurit hingga menyebabkan korban tewas.

Tawuran juga terjadi di Universitas Negeri Makassar (UNM), Sulawesi Selatan, Kamis (11/10) lalu. Buntut dari tawuran itu, dua orang mahasiswa UNM tewas. Kepolisian Resor Kota Besar Makassar menetapkan MAB (20) dan kakaknya, MA (21), sebagai tersangka. Korban tewas adalah Rizky Munandar, mahasiswa UNM, dan Haryanto, mantan mahasiswa UNM.

Perubahan kurikulum

Makin maraknya tawuran di dunia pendidikan ini tentu menambah berat beban kerja polisi yang sudah menggunung. Bagi aparat terdepan penegak hukum ini, fenomena tawuran pelajar yang makin deras juga membuat korps polisi ekstra hati-hati jangan sampai dijadikan kambing hitam dan dinilai tidak mampu menangani. Sementara itu, banyak sekali kasus lain yang juga harus mendapat prioritas.

Hal itu ditegaskan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Untung S Radjab, Rabu lalu. ”Jangan hanya menyerahkan kepada polisi saja jika sudah terjadi tawuran. Tetapi, bagaimana pencegahannya dan pembinaannya justru di rumah dan di sekolah. Polisi sudah menangani. Ada teknik dan aturan hukum yang diterapkan terhadap siapa pun pelakunya. Namun, ada pertimbangan dan kebijakan lain, karena ini menyangkut anak di bawah umur,” papar Untung.

Sementara bagi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim, kasus tawuran sekarang ini menjadi momentum menata kembali kurikulum satuan pendidikan yang kini tengah dilakukan pemerintah. Penataan dilakukan dengan menyeimbangkan mata pelajaran pengetahuan, kemampuan, dan karakter atau sikap. ”Uji publiknya pada Februari 2013. Sekarang masih dikerjakan,” ujar Musliar saat ditanya Kompas di sela-sela pelatihan ESQ di Menara 165, Jakarta, pekan lalu.

Musliar mengakui, kurikulum yang berbasis kompetensi sekarang ini menyebabkan mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik dinilai sangat berlebihan. Akibatnya, siswa didik terbebani untuk belajar.

Selain itu, tambah Musliar, dengan penataan kurikulum, pelajaran akan ditekankan kembali pada pelajaran mengenai sikap dan budi pekerti, selain juga kemampuan dan pengetahuan.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, untuk mencegah terjadinya tawuran, pihaknya tengah membangun simpul-simpul hubungan antarsekolah. Memang tak mudah, tapi tidak boleh bosan untuk membangun hal itu.

Terkait sanksi, Taufik menyatakan, sanksi yang pertama diarahkan kepada sekolah karena memiliki kewenangan dan otonomi. ”Jika terulang lagi, sekolah akan kami beri sanksi. Persoalannya, selama ini standar sekolah berbeda-beda menangani tawuran. Ini yang akan disamakan. Dari sanksi yang sudah dijalankan berupa teguran lisan, selanjutnya bisa menyangkut akreditasi sekolah.”

Menurut Taufik, setelah tahapan sanksi teguran, administratif, dan pidana berjalan, peninjauan akreditasi sekolah akan dilakukan.

Peran negara

Pengamat sosial budaya Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, salah satu penyebab utama tawuran adalah adanya identitas dan tradisi turun-temurun. Ini terlihat dari pola tawuran yang biasa terjadi di antara dua atau lebih sekolah yang memendam ketegangan lama.

”Perselisihan yang menahun atau bahkan bertahan puluhan tahun itu terwariskan ke generasi selanjutnya dengan pewarisan sense of identity,” ujarnya.

Sebagai contoh, di salah satu sekolah yang sering tawuran di Jakarta, nyaris semua anaknya mengenal bagaimana cara menggunakan gesper sebagai senjata untuk menyerang lawannya. Jadi, ada tradisi kekerasan yang terwariskan dengan kuat secara turun-temurun.

”Di sekolah lain, saya pernah menemukan para alumninya membanggakan sekolahnya dulu berani menyerang sekolah-sekolah lainnya dan disegani karena ketangguhan fisiknya. Ini menunjukkan bahwa kekerasan menjadi cara membuktikan diri dan identitas,” ujar Devie.

Inilah yang menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Badriyah Fayumi, sudah melebih batas-batas toleransi. Maka, kasus tawuran sungguh menyedihkan dan memprihatinkan semua pihak. Padahal, negara belum memiliki sistem untuk menangani tawuran yang terus-menerus terjadi dan meminta korban jiwa.

”Bukan hanya soal tewasnya siswa dan mahasiswa, tetapi juga tawuran yang terjadi di dunia pendidikan yang seharusnya mengedepankan kecerdasan dan intelektual. Oleh sebab itu, sekolah ramah anak harus menjadi solusi bagi penyelesaian kasus tawuran. Sekolah harus menjadi rumah besar di mana anak didik dan guru serta orangtua bersentuhan dan tak ada kekerasan apalagi diskriminasi. Sekolah yang menumbuh kembangkan dan mendengarkan pendapat anak,” kata Badriyah, Kamis (18/10).

Hal senada diperkuat Wakil Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh. Negara harus hadir untuk menghentikan kasus tawuran yang sudah keterlaluan itu. ”Hanya dengan sekolah ramah anak, kita harapkan tawuran diminimalisasi,” harapnya.Sumber berita www.edukasi.kompas.com